Apakah Revolusi Dapat Lahir di Jejaring Sosial?

Posting Komentar

Facebook menjadi kekuatan gerakan sosial baru di Indonesia. Situs jejaring sosial ini dianggap sebagai trendsetter untuk menggalang kekuatan massa. Pandangan ini dikuatkan oleh peristiwa dukung-mendukung antarfacebooker (sebutan bagi para penguna facebook), seperti satu juta dukungan Cicak Lawan Buaya untuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan dukungan koin untuk Prita Mulyasari, dan dukungan bagi calon-calon pasangan Gubernur atau Bupati akan ikut dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Akhir-akhir ini, muncul dukung-mendukung untuk para calon bupati maupun walikota lewat situs jejaring ini.

Di Indonesia, popularitas Facebook bisa dikatakan tinggi. Banyak kalangan telah mengunakannya untuk berkomunikasi, mulai dari kalangan siswa, mahasiswa, ekonom, politik, bahkan pembantu rumah tangga. Sebelum kemunculan facebook, ada jejaring sosial lain yang sangat populer di Indonesia, sebutlah Friendster, Twitter, dan Kaskus. Kini sebagian besar penggunanya beralih ke Facebook.

Situs ini mampu menembus batas usia dan profesi. Facebooker bisa mengubah status lebih dari sekali dalam sehari sebagai bentuk curhat. Tak sedikit Facebooker yang aktif menulis catatan, menyimpan video, dan mengoleksi foto. Selain fasilitas yang ada dalam situs ini, faktor situs ini juga mudah diakses melalui media telepon seluler.

Mungkinkah pemanfaatan situs jejaring sosial di dunia maya mampu melahirkan perubahan di dunia nyata? Jujur saja, saya termasuk orang pesimis dengan kemampuan jejaring sosial dunia maya untuk melakukan perubahan yang nyata. Alasannya, sebagian besar facebooker cenderung memanfaatkan jejaring ini hanya untuk curhat, diary online, mencari teman, dan hal-hal lain yang berhubungan untuk kepentingan pribadi. Sangat sedikit Facebooker yang membangun suasana ilmiah dan inteletualitas, jadi facebooker di Indonesia tak lebih dari penikmat atau konsumen dari perkembangan arus teknologi dan informasi.

Keberhasilan gerakan berbasis jejaring sosial hanya sebatas menghimpun jumlah KLIK, tapi gagal melahirkan gerakan perlawanan, baik struktural maupun kultural. Sekadar berbagi cerita, pada zaman Orde Baru, banyak orang yang tidak suka dengan kepemimpinan Soeharto, tapi gerakan reformasi bukan lahir dari jajak pendapat. Gerakan pembangunan opini harus selaras dengan gerakan sosial praktis yang mampu memobilisasi massa di lapangan.

Keberhasilan gerakan KPK maupun pengumpulan koin untuk Prita bukan buah dari gerakan facebooker. Gerakan ini lahir dari kekuatan-kekuatan gerakan tradisional yang mengakar di masyarakat. Facebooker hanya berhasil menggalang opini, namun tak mampu melahirkan revolusi. Revolusi Tak Lahir di Jejaring Sosial, Bung!


Related Posts

Posting Komentar