OpenBTS, Telekomunikasi Darurat di Wilayah Bencana

Posting Komentar

Indonesia merupakan salah satu negara yang sering sekali dilanda bencana, khususnya bencana gempa bumi. Sebagai salah satu wilayah kepulauan, Indonesia menjadi sangat rawan untuk distribusi bantuan ataupun telekomunikasi pada saat bencana.

Salah satu contoh yang masih segar dalam ingatan adalah bencana gempa bumi yang kemudian disusul tsunami di kepulauan Mentawai pada tahun 2010. Pada saat itu hampir semua infrastruktur lumpuh, telekomunikasi tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Arus informasi dari dan ke Mentawai terputus dan tentu saja ini mengakibatkan seluruh bantuan yang akan didistribusikan menjadi terhambat.

Sejak terjadinya tsunami di Aceh pada tahun 2004, AirPutih telah fokus pada implementasi teknologi informasi di wilayah bencana. Beberapa implementasi yang telah dicoba dan terbukti bisa membantu untuk kelancaran distribusi bantuan adalah dengan menggunakan berbagai layanan IT seperti Wi-Fi/Hotspot, SMS Gateway dan juga Media Center. Layanan sederhana ini (untungnya) bisa membantu berbagai lembaga kemanusiaan untuk saling berkoordinasi sehingga distribusi bantuan bisa berjalan dengan lancar dan tepat pada sasaran.

Dari pengamatan AirPutih, setelah sekian lama berada dalam kondisi bencana dapat disimpulkan bahwa pada saat terjadi gempa bumi sering sekali telekomunikasi suara (selular) tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini bisa disebabkan tower/BTS yang rubuh, tidak adanya pasokan listrik atau juga karena gangguan telekomunikasi lainnya. Atas dasar hal inilah AirPutih merasa perlu melakukan riset OpenBTS yang rencananya nanti akan diterapkan di wilayah bencana.

Apa itu OpenBTS?

OpenBTS adalah aplikasi BTS (Base Transceiver Station) yang berjalan pada platform linux dan merupakan perangkat lunak terbuka. OpenBTS menggunakan sebuah perangkat keras yang bernama USRP (Universal Software Radio Peripheral). Perangkat inilah yang menghubungkan openBTS dengan jaringan standar telepon selular (GSM). OpenBTS juga menggunakan perangkat lunak terbuka asterisk untuk menginterkoneksikan dengan jaringan telepon lainnya seperti PSTN (Public Switched Telephone Network) ataupun operator telekomunikasi lainnya dengan menggunakan VoIP (Voice over IP).

Riset ini sebenarnya sudah direncanakan sejak lama, namun karena biaya yang dibutuhkan cukup besar, sehingga AirPutih harus bersabar untuk bisa melakukan riset ini. Riset ini membutuhkan biaya pada kisaran angka 10-15 juta rupiah. Perangkat yang paling mahal adalah sebuah perangkat keras yang bernama USRP (Universal Software Radio Peripheral). Biaya ini didapatkan AirPutih dari beberapa donasi lembaga dan perorangan pada saat terjadi bencana gempa & tsunami di Mentawai.

Tulisan ini merupakan awal dari rangkaian tulisan tentang riset OpenBTS yang telah dan sedang diproses saat ini oleh kami. Kami akan berusaha membuat tulisan ini menjadi satu rangkaian tulisan berseri.

Semoga riset ini akan membawa banyak manfaat untuk kita semua.

Indonesia merupakan salah satu negara yang sering sekali dilanda bencana, khususnya bencana gempa bumi. Sebagai salah satu wilayah kepulauan, Indonesia menjadi sangat rawan untuk distribusi bantuan ataupun telekomunikasi pada saat bencana.

Salah satu contoh yang masih segar dalam ingatan adalah bencana gempa bumi yang kemudian disusul tsunami di kepulauan Mentawai pada tahun 2010. Pada saat itu hampir semua infrastruktur lumpuh, telekomunikasi tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Arus informasi dari dan ke Mentawai terputus dan tentu saja ini mengakibatkan seluruh bantuan yang akan didistribusikan menjadi terhambat.

Sejak terjadinya tsunami di Aceh pada tahun 2004, AirPutih telah fokus pada implementasi teknologi informasi di wilayah bencana. Beberapa implementasi yang telah dicoba dan terbukti bisa membantu untuk kelancaran distribusi bantuan adalah dengan menggunakan berbagai layanan IT seperti Wi-Fi/Hotspot, SMS Gateway dan juga Media Center. Layanan sederhana ini (untungnya) bisa membantu berbagai lembaga kemanusiaan untuk saling berkoordinasi sehingga distribusi bantuan bisa berjalan dengan lancar dan tepat pada sasaran.

Dari pengamatan AirPutih, setelah sekian lama berada dalam kondisi bencana dapat disimpulkan bahwa pada saat terjadi gempa bumi sering sekali telekomunikasi suara (selular) tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini bisa disebabkan tower/BTS yang rubuh, tidak adanya pasokan listrik atau juga karena gangguan telekomunikasi lainnya. Atas dasar hal inilah AirPutih merasa perlu melakukan riset OpenBTS yang rencananya nanti akan diterapkan di wilayah bencana.

Apa itu OpenBTS?

OpenBTS adalah aplikasi BTS (Base Transceiver Station) yang berjalan pada platform linux dan merupakan perangkat lunak terbuka. OpenBTS menggunakan sebuah perangkat keras yang bernama USRP (Universal Software Radio Peripheral). Perangkat inilah yang menghubungkan openBTS dengan jaringan standar telepon selular (GSM). OpenBTS juga menggunakan perangkat lunak terbuka asterisk untuk menginterkoneksikan dengan jaringan telepon lainnya seperti PSTN (Public Switched Telephone Network) ataupun operator telekomunikasi lainnya dengan menggunakan VoIP (Voice over IP).

Riset ini sebenarnya sudah direncanakan sejak lama, namun karena biaya yang dibutuhkan cukup besar, sehingga AirPutih harus bersabar untuk bisa melakukan riset ini. Riset ini membutuhkan biaya pada kisaran angka 10-15 juta rupiah. Perangkat yang paling mahal adalah sebuah perangkat keras yang bernama USRP (Universal Software Radio Peripheral). Biaya ini didapatkan AirPutih dari beberapa donasi lembaga dan perorangan pada saat terjadi bencana gempa & tsunami di Mentawai.

Tulisan ini merupakan awal dari rangkaian tulisan tentang riset OpenBTS yang telah dan sedang diproses saat ini oleh kami. Kami akan berusaha membuat tulisan ini menjadi satu rangkaian tulisan berseri.

Semoga riset ini akan membawa banyak manfaat untuk kita semua.


Related Posts

Posting Komentar